Leukemia Mielositik Kronik (CML): Kenali Penyebab, Gejala, dan Pengobatan

Warta Pendidikan Jogja – Leukemia mielositik kronik (Chronic Myeloid Leukemia atau CML) adalah jenis kanker darah yang berasal dari sel mieloid di sumsum tulang. Kondisi ini juga dikenal sebagai leukemia granulositik kronik. Meski termasuk penyakit serius, CML dapat dikelola melalui berbagai terapi yang tersedia.

Apa itu Leukemia Mielositik Kronik?

CML merupakan kanker yang dimulai dari sel mieloid, yaitu sel-sel punca yang membentuk darah di sumsum tulang. Pada penderita CML, sumsum tulang menghasilkan granulosit (sel darah putih) dalam jumlah yang berlebihan, yang disebut juga sel blast.

Sel blast abnormal ini dapat menggantikan sel darah sehat, sehingga menyebabkan infeksi, anemia, atau perdarahan. Selain itu, sel-sel tersebut juga dapat menyebar ke bagian tubuh lain di luar darah. Kondisi ini lebih sering terjadi pada orang dewasa paruh baya dan jarang ditemukan pada anak-anak.

Penyebab dan Faktor Risiko

Sebagian besar kasus CML disebabkan oleh mutasi genetik yang dikenal sebagai kromosom Philadelphia. Mutasi ini mengubah DNA dari dua kromosom sehingga membentuk gen baru bernama BCR-ABL. Gen inilah yang memicu produksi berlebihan sel blast abnormal.

Faktor-faktor risiko CML meliputi:

  • Usia: Risiko meningkat seiring bertambahnya usia.
  • Jenis kelamin: Pria lebih sering terkena dibandingkan wanita.
  • Paparan radiasi dosis tinggi: Seperti pada terapi radiasi atau kecelakaan nuklir.

Gejala Leukemia Mielositik Kronik

Pada tahap awal, CML sering tidak menunjukkan gejala yang signifikan. Namun, seiring waktu, gejala berikut mungkin muncul:

  • Kelelahan atau kelemahan.
  • Nyeri tulang.
  • Demam berkepanjangan.
  • Keringat malam.
  • Penurunan berat badan tanpa sebab.
  • Pembengkakan perut atau ketidaknyamanan di sisi kiri atas perut (karena limpa membesar).
  • Mudah kenyang meski makan dalam jumlah sedikit.
  • Penglihatan kabur akibat perdarahan di mata.

Diagnosis Leukemia Mielositik Kronik

Diagnosis dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tes penunjang, antara lain:

  1. Tes darah: Untuk mengevaluasi jumlah dan jenis sel darah serta fungsi organ terkait.
  2. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang: Mengambil sampel cairan sumsum tulang untuk analisis laboratorium.
  3. Tes genetik: Mendeteksi kromosom Philadelphia menggunakan metode FISH (Fluorescence In Situ Hybridization) atau PCR (Polymerase Chain Reaction).

Penyakit ini juga diklasifikasikan ke dalam tiga fase berdasarkan tingkat keparahan:

  • Chronic phase: Fase awal dengan respons baik terhadap pengobatan.
  • Accelerated phase: Tahap transisi dengan penyakit yang mulai agresif.
  • Blast phase: Fase lanjut yang serius dan berpotensi mengancam jiwa.

Pengobatan Leukemia Mielositik Kronik

Pilihan terapi untuk CML mencakup:

  1. Inhibitor Tyrosine Kinase (TKI)
    TKI adalah terapi target yang memblokir enzim BCR-ABL penyebab pembentukan sel blast. Obat-obatan TKI, seperti Imatinib, Dasatinib, Nilotinib, dan Ponatinib, telah terbukti efektif dalam mengendalikan CML hingga mencapai remisi (tidak adanya gejala).
  2. Transplantasi Sumsum Tulang
    Prosedur ini direkomendasikan jika terapi lain tidak efektif. Namun, transplantasi memiliki risiko komplikasi yang cukup tinggi.
  3. Kemoterapi
    Terapi ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel kanker dan dapat dikombinasikan dengan terapi target pada kasus yang lebih agresif.

Meski terdengar menakutkan, CML dapat dikelola dengan baik melalui diagnosis dini dan terapi yang tepat. Jika Anda atau keluarga memiliki risiko atau gejala yang mencurigakan, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang sesuai.

Sumber : https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/mengenal-leukemia-mielositik-kronik

Gambar : https://www.freepik.com/free-photo/patient-getting-chemotherapy-treatment_22272173.htm#fromView=search&page=1&position=10&uuid=04d86475-6472-40f1-bbc1-3bb4ddf24165