Pakar UNAIR Kritik Pemotongan Anggaran Pendidikan

Pemotongan anggaran pendidikan semakin mencuat, menimbulkan kekhawatiran di tengah upaya Indonesia mencapai target Indonesia Emas 2045. Pemerintah mengklaim bahwa kebijakan ini bagian dari efisiensi fiskal. Namun, apakah itu benar-benar efisiensi atau malah mengancam kualitas pendidikan nasional?

Prof. Dr. Tuti Budirahayu, pakar Sosiologi Pendidikan dari Universitas Airlangga, berpendapat bahwa kebijakan ini perlu kajian lebih lanjut. Pemangkasan anggaran tidak boleh mengganggu sektor-sektor vital seperti infrastruktur pendidikan dan peningkatan kapasitas pengajar.

“Jika pemeliharaan atau peningkatan sarana belajar dipotong, itu sangat berbahaya. Fasilitas yang rusak, laboratorium yang kurang memadai, dan terbatasnya akses fasilitas belajar semua akan merugikan kualitas pendidikan,” ujarnya.

Selain itu, pemotongan anggaran juga dapat menurunkan program pengembangan guru. Padahal, peningkatan kompetensi pendidik adalah hal yang sangat penting. “Pemangkasan dana untuk pelatihan guru harus dipikirkan dengan hati-hati. Jika efisiensi diperlukan, program utama yang mendukung kompetensi pendidik jangan sampai dikorbankan,” tambahnya.

Dampak kebijakan ini juga dirasakan pada moral pendidik dan semangat siswa. Program beasiswa dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang membantu siswa dari keluarga kurang mampu kini terancam ketidakpastian.

“Masyarakat dan mahasiswa cemas karena informasi yang beredar tidak jelas. Pemerintah harus memberikan kepastian untuk menghindari keresahan lebih lanjut,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa komunikasi yang buruk terkait kebijakan ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah. “Jika pendidikan dianggap sekadar pelengkap dan bukan prioritas, kepercayaan publik akan semakin menurun. Negara maju selalu menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama,” ujarnya.

Di sisi lain, Prof. Tuti menilai bahwa efisiensi anggaran bisa menjadi kesempatan untuk merapikan penggunaan dana pendidikan yang selama ini kurang transparan. “Banyak anggaran yang digunakan tidak jelas tujuannya. Jika efisiensi ini dilakukan dengan kontrol yang ketat dan transparan, akuntabilitas akan meningkat,” ujarnya.

Namun, ia menegaskan bahwa efisiensi tidak boleh menyentuh aspek-aspek yang mempengaruhi kualitas pendidikan. “Program literasi, penguatan kapasitas guru, dan kesejahteraan tenaga pendidik harus tetap menjadi prioritas. Efisiensi yang sembrono akan berdampak jangka panjang terhadap kualitas sumber daya manusia di masa depan,” tegasnya.

Ia menyarankan agar penghematan anggaran dilakukan berdasarkan data dan audit yang menyeluruh. “Harus dipastikan sektor yang dipangkas bukan yang esensial. Jika berkaitan dengan mutu pendidikan, sebaiknya tidak dipotong, malah harus diperkuat,” katanya.

Menurutnya, pendidikan bukan hanya soal fasilitas, tetapi juga tentang membentuk generasi yang cerdas, kritis, dan siap menghadapi tantangan global. Oleh karena itu, setiap kebijakan harus memperhatikan dampak jangka panjang terhadap sistem pendidikan nasional.